Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2017

Janedou

Sumber: rebloggy.com Dua belas lantai, melawan gravitasi dengan tubuhnya yang ringkih itu, bukan perkara mudah. Debam pertama saat menyentuh kanopi lalu diususul debam kedua yang diiringi retukan suara kaca. Aku yakin sekali, setidaknya empat tulang rusuk patah atau ada kulit perut yang koyak. Di atas genangan darahnya sendiri tubuh itu sempat kejang beberapa kali sebelum akhirnya benar-benar diam. Suasana waktu itu masih terlalu pagi, terlalu hening. Tak ada satu orang pun yang hadir di sana waktu itu. Beberapa jam kemudian, menjelang fajar, barulah orang-orang heboh. Mayat seorang gadis muda dengan rambut kecoklatan terbaring di trotoar. Tak ada yang menangisi kematiannya, tak ada doa yang menangisi kepergiannya. Hanya beberapa orang polisi yang sibuk mensterilkan tempat kejadian dan makian pemilik mobil yang atapnya hancur ditimpa tubuh wanita muda tersebut. “Bahkan saat kematianmu pun masih menyusahkan orang lain, dasar gadis sundal.” Makinya. Perih sekali ak

Kunang-kunang di New York

                 Patty mulai khawatir, ini sudah ketukan ketiga kalinya. Hampir sia-sia. Sejauh ini yang dia harapkan hanya wajah Tom yang jenaka tiba-tiba muncul dari balik pintu sambil menyapa, “Kamu terlihat pucat malam ini, Sayang. Kamu pasti terlalu lelah bekerja.” Itu saja.                 Setelah pertengkaran hebatnya dengan Tom saat gladi resik tadi siang, yang dia harapkan saat ini hanya wajah Tom, tidak lebih. Banyak orang tidak mengetahui kalau Patty, seorang pemain opera paling terkenal di New York yang kecantikannya mampu melelehkan hati seorang Baron, tidak pernah bisa melepaskan cintanya dariTom, seorang penulis yang baru saja melahirkan novel perdananya dan menjadi best seller lalu menjadi buah bibir di seluruh pelosok negeri.                 Dia ketuk beberapa kali lagi, mencoba memastikan. Dalam angan-angannya dia berharap saat ini Tom sedang tertidur pulas karena kelelahan begadang sampai berhari-hari untuk menyelesaikan novel keduanya. Masih tidak ada jawab

Pangilan I: Si Jenius

       Dan malam ini ―tidak seperti malam-malam yang lain― sebuah pengakuan harus dirampungkan, sebab kalau tidak, maka tak ada satu orang pun yang sanggup melakukannya kecuali diriku. Dunia harus mengenang ―setidaknya― jika mereka tidak ingin mencatatnya. Ada sebuah siklus yang memang terus- menerus terjadi dalam kehidupan manusia, di luar kelahiran dan kematian. Keajaiban memang ada dan terus terjadi, entah disadari atau tidak.                 Di hadapanku ―malam ini― kursor pada layar komputer jinjing terus saja berkedip seolah meminta pengakuan yang lantang. Sepuluh halaman pertama selesai, tanpa jeda. Dua gelas kopi sudah tandas tinggal ampas. Selalu saja ada yang memaksaku, mengganggu, mengajak untuk terus-menerus menguras isi benak. Mengurai jalinan memori dalam saraf yang mulai awut-awutan tergerus waktu.                 Aku sudah tidak muda lagi. Aku akui.  Cerita ini terjadi sepuluh… tidak… mungkin lima belas atau dua puluh tahun yang lalu. Butuh usaha keras untuk mengin