Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2017

Sepatu Coklat Tua

sumber: alifrafikhan.blogspot.com Bukankah ini menyenangkan? Langit penuh jelaga, udara berbau mesiu dan tanah basah oleh darah. Serdadu mengaduh sendu, nafas di ujung leher, lupa akan doa-doa dan janji akhirat. Tuhan masih jauh. Tuhan masih jauh. Tuhan masih jauh. Aku dorong-dorong gerobak yang berisi jasadku, di ujung tanjakan sebelum jalan bercabang menuju Maginot dan akhirat, kuparkirkan gerobak di sisi jalan yang sedikit berbatu. Sambil bersandar di roda gerobak yang kini tidak bulat utuh lagi, kurogoh saku kiri baju. Basah, di bagian ini ternyata aku tertembak, pantas saja aku meregang nyawa sebegitu cepat. Foto keluarga; aku semasa hidup, istriku yang berambut warna tembaga tersenyum sambil memegang bahu si bungsu. Kabar mereka sekarang buram, seburam nasib bangsa ini. Si sulung yang berdiri di tengah, kudengar sudah mati di kamp konsentrasi. Tak ada yang perlu ditangisi. Ini perang. Hanya darah yang boleh tumpah, bukan air mata. Di belakang kami, padang rumpu

A Gift for The Gift

Sumber: pixabay.com Hidupnya masih berkutat antara tumpukan kertas, tembakau, mesin ketik dan bourbon . Tidak ada hidup yang jauh lebih hidup dari itu semua. Seperti dokter dengan pisau bedahnya, tidak, mungkin jauh lebih dari itu. Seorang dokter hanya berusaha agar sesuatu yang hidup tetap hidup, tapi dia berusaha agar yang mati menjadi hidup. Huruf seperti sel, kata adalah jaringan, kalimat menjadi organ, dan susunan kalimat memperutuh paragraf menjadikannya sebuah sistem organ, lengkap. Sebuah hidup baru tercipta, dengan degupan jantung dari ketukan mesin ketik tua dan bourbon mengalir dalam nadi cerita. Nafas baru yang beraroma tembakau dihembus-hembuskan ke seisi ruangan. Sempurna. Sam duduk di kursi kerjanya sambil memandangi garis hujan dari jendela kamarnya yang buram. Seattle selalu hujan, sepanjang tahun. Dapat dipastikan Pepsi dingin tidak akan laku dijual di sini. Langit kelabu, bumi tua. Mendekati tengah malam, suara ketukan mesin ketik semakin intens, s

Cerita Tentang Saya dan Semua Hal yang Tidak Penting -1

sumber: pixabay.com Bukankah ini tragis? Saat saya sadar kalau saya hanya ingin menulis tanpa berkeinginan untuk menjadi penulis. Bermain-main dengan warna-warni pelangi dalam kepala yang kadang rewel, tanpa mengenal panas atau hujan tetapi tiba-tiba minta dituliskan atau saya terpaksa buru-buru menyalakan laptop untuk mengenang sahabat yang pagi-pagi mati tertungging, tenggelam dalam ampas kopi. Padahal bela sungkawa terdalam ada di hati, bukan hasil dari tak-tik-tuk keyboard dan loncatan kursor yang kadang bikin mata pedih. Beberapa minggu terakhir tampaknya sangat menyenangkan, setelah saya sadar kalau saya hanya ingin menulis tanpa perlu menjadi penulis. Saya bisa semalaman ngobrol dengan gajah terbang yang belakangan jadi sering berkunjung ke kamar. Dia masih tetap berpipi tembam dan pantatnya semlohai, walaupun garis-garis halus pada matanya tidak bisa berbohong. Dia sudah tua-menurut pengakuannya dia berusia setua bumi-. Menjadi saksi peradaban dibangun dan runtu