Seketika Tuhan murka, lalu memutasi malaikat Mikail jauh dari tanah kami. Berbulan-bulan tanpa hujan. Kami dijerang panas yang luar biasa. Tanah mulai retak-retak, sumber air mengering. Tanaman berhenti tumbuh, merana terus mati. Ternak kami satu persatu mulai mengurus, lalu jadi santapan kami karena tak ada lagi yang bisa kami makan. Setiap dini hari, menjelang subuh. Kami selalu terbangun dengan perasaan risau, khawatir mendapati anak atau kerabat kami yang tiba-tiba mati dalam tidurnya, tercekik perutnya karena lapar atau tersedak karena dehidrasi akut yang meradang di tenggorokan. Di antara tenda-tenda kanvas di tempat pengungsian, tak ada lagi yang bisa kami lakukan selain duduk-duduk sambil menghitung jatah umur. Menangis pada tahap ini sudah hampir pasti tak lagi berguna, hanya membuang-buang tenaga. Penyesalan? Tak ada sedikit pun yang kami sesalkan kecuali terbayang bagaimana nasib anak-anak kami kelak. Membayangkan bayi-bayi kurus kelaparan karena tak ada setetes