Yang paling mengherankan itu adalah cinta, rindu dan kita;
sepasang orang asing yang ceroboh dan kemayu. Kita seperti sepasang imbisil
milenium yang lahir dari tabung-tabung inkubator peradaban. Intelek, modis,
humanis tapi tragis.
Kita ceroboh, di era yang serba cepat ini masih sempat-sempatnya
ditipu cinta, dikelabui rindu dan diperdaya perasaan-perasaan halus yang kita
sendiri tidak bisa mendeskripsikannya lewat kata-kata.
Aku alpa, kamu lupa, tapi kita menyukai perasaan ini. Perasaan
terperdaya yang menyesatkan, yang membawa kita menuju ruang-ruang baru dalam
semesta. Perasaan yang membuat kita terhenyak bahwa di dunia ini ada tawa dan
air mata.
Beberapa kali rindu sempat singgah, tapi kita jengah, malu
mengaku bahwa kini kita satu. Tidak ada lagi aku atau kamu.
Tak terbilang, mungkin miliaran detik kita coba selami
perasaan ini, tapi tak pernah kita temui dasarnya. Kita kalah, tipu daya cinta
ternyata jauh lebih hebat dari yang kita duga, dan sekarang kita terseok-seok,
seperti memainkan peran dalam sebuah drama yang skenarionya tak pernah
tertuliskan. Bisikan-bisikan gaib dalam hati adalah pembimbingnya.
Tak pernah menyerah tapi kita harus mengaku kalah. Ada bagian-bagian
tertentu di dunia ini yang memang hampir tak terdeskripsi. Hadir tapi tak
mewujud, ada tapi tiada. Hanya orang-orang terberkati dan diundang ke pintu
gerbang pemahaman yang dapat menyadari eksistensinya.
Jangan bilang itu cinta, aku belum sanggup. Cinta terlalu
megah dan terlalu liar untuk kugenggam. Tapi rindu tak pernah dusta. Mengental dan
berkerak, tertimbun dalam hati sampai berdaki-daki. Kita mengejang, merasakan
sensasi yang hadir.
Kita kemayu, ceroboh, cinta menipu kita, rindu mengalabui
hati. Kita menyerah, pasrah.
Tapi pelan-pelan mensyukuri dan merasa terberkati karena
sebuah ruang yang kosong dalam hati kini terisi. Terisi penuh, sampai kita
mual, samapi pusing-pusing.
Sebuah pengobatan diri yang aneh lahir, kita tidak ingin
sembuh, kita teradiksi rasa mual yang tanpa henti ini, menantikan rasa itu
hadir terus menerus.
Kita timang-timang, kita peluk sampai lekat menyatu.
Aku, kamu, kita, melekat, erat, lumer, lumat, dalam penyakit
tanpa kesudahan ini; cinta.
Amazing ...
BalasHapus"Kita ceroboh, di era yang serba cepat ini masih sempat-sempatnya ditipu cinta, dikelabui rindu dan diperdaya perasaan ... "
Suka kata-kata ini uncle👏
aseeekk 😎😎😎
HapusRindunya sampai bikin pusing yaa, luar biasa penyakit tanpa kesudahan itu. 😄
BalasHapusahahhahaha
HapusKerenn
BalasHapusbingung jawabnya, udah bawaan lahir soal nya😎😎😎
HapusSpeechless... tulisan prosa liris dari seorang uncle ik ini keren banget. Anemia dianalagikan sebagai penyakit yang mewakili perasaan rindu. Mual, pusing2,lemah, letih, lesu.... aihh uncle... bisaaa aja.
BalasHapusMenikmati karya2 cerdas membuat kita menjadi lebih cerdas!
hoo anemia maksud di sini begitu yaa, hihi mantap. Eh dulu saya juga sering menahan rindu sama teman lelaki, tapi jengah mau ngungkapin, masa cewek duluan, haha.. alhamdulillah untung bersambut, dia duluan yg ngungkapin rasa rindu juga.. skrg kami sdh menikah beranak 3. *Lho kok curcol..
BalasHapuswoooww
Hapussepasang orang asing yang ceroboh dan kemayu.
BalasHapusSuka kalimat itu 👆
Eh, ngomong2 itu imagenya bukan Sebastian Bach kan? 😁
ahahhahaha, kalau diperhatikan emang mirip Sebastian Bach juga sih😁
HapusHahahahaha. Tulisan apa ini ? kok keren
BalasHapusHahahahaha. Tulisan apa ini ? kok keren
BalasHapuskatanya sih prolis a, tapi nggak tau juga sih, asal tulis aja
BalasHapusAseeek. Sayang banget saya telat bacanya
BalasHapusSantai-santai
HapusAseeek. Sayang banget saya telat bacanya
BalasHapus