Ada
sesuatu yang pasti tertinggal dan tak akan pernah sempat kita raih kalau kita
berusaha menggapai semua yang kita inginkan. Fokus pada satu hal yang menjadi
prioritas utama adalah kunci untuk mendapatkan yang kita inginkan. Itu kalau
kita berpegang pada teori manajemen umum yang sering dipakai dalam bisnis atau
materi-materi seminar pengembangan diri. But,
we live on earth, di mana hal-hal yang dianggap mustahil justru berebut
untuk menampakkan diri.
Di
salah satu grup kepenulisan, saya menemukan anomali itu. Hiday Nur Hidayati,
sering kami panggil Mbak Hiday. Secara pribadi saya menjulukinya Si Manusia
Amuba. Betapa tidak, saat sebagian dari kami harus merangkak secara susah payah dalam
mempelajari kepenulisan, mencoba membagi-bagi prioritas antara hobi menulis,
pekerjaan dan keluarga. Si Manusia Amuba ini dengan enaknya membelah diri menjadi
beberapa bagian dan membagi fokus yang kesemuanya menjadi prioritas,
menjadikannya anggota yang paling menonjol di antara kami semua.
Bayangkan
saja, saat kami semua sibuk belajar membuat kalimat efektif atau berusaha
mengurangi kata-nya dalam paragraf yang kami buat, dia malah sudah menerbitkan
buku puisi berjudul 30 menit sambil menggarap naskah Awardee LPDP Stories.
Belum
cukup sampai di situ, atau lebih tepatnya belum puas membelah diri, si Amuba
ini malah punya ide untuk mendirikan Nulis Aja Community yang bertujuan
membimbing dan melatih orang-orang untuk menerbitkan buku solo.
Is It Written In The Sky?
Ada
orang yang pernah berkata kepada saya, akan menjadi apa kita nanti sudah bisa
kita prediksi dari sekarang berdasarkan kebiasaan yang biasa kita lakukan.
Kalau sekarang kita lebih suka berbicara dari pada mendengar, kemungkinan
nantinya kita akan menjadi tukang obat, politikus atau sales asuransi. Jika
kita rajin bekerja tanpa berpikir kemungkinan kita akan menjadi tukang pijit
keliling atau mungkin tukang surabi di pengkolan.
Lalu
apa jadinya kita nanti kalau kita suka berpikir dan menulis sambil diiringi
banyak keinginan? Tepat! Kita akan menjadi Amuba. Membelah diri menjadi banyak,
bekerja dengan sepenuh hati pada setiap bidang tanpa mengurangi prioritas yang
lain. Dibarengi sebuah mimpi yang besar dan dibumbui secuil keinginan berbagi
dengan sesama, utuhlah kita menjadi seorang filantropis.
Lagi-lagi
hal seperti ini saya temui pada sosok Mbak Hiday, Si Manusia Amuba. Merasa
tidak cukup dengan seabreg kegiatan yang saat ini sedang dia kerjakan, kini,
dengan harapan meningkatkan minat baca masyarakat dan menjadikan masyarakat
Indonesia lebih ‘melek bacaan’ didirikannya Sanggar Caraka, sebuah taman bacaan
masyarakat yang memiliki banyak kegiatan yang berhubungan dengan literasi.
Pada
satu titik saya bertanya-tanya, sampai berapa kali Amuba sanggup membelah diri?
Dan sampai saat ini saya enggan mencari tahu.
Biarkanlah
Si Amuba terus meregenerasi dirinya menjadi tak terhingga, sampai penuh bumi
ini dengan karya-karya dan dunia sesak dengan impian dan harapan untuk
menjadikan bumi ini menjadi sebuah tempat yang jauh lebih baik ke depannya.
*Tulisan diikutsertakan dalam Giveaway Hiday dan Sahabat Sebuah Sketsa
*Tulisan diikutsertakan dalam Giveaway Hiday dan Sahabat Sebuah Sketsa
hidaynur.web.id |
Ini Mbak Na rasa Uncle, atau Uncle rasa Mbak Na? Atau mungkin mereka nulis gantian per kalimat? Ah entah. Sungkem buat penulisnya. Tunggu buku Gitanjali meluncur ke alamat rumah kalian yaa. Unch-unch
BalasHapusEh unch nya cuma buat Mbak Na, yaaa
BalasHapusMantap
BalasHapustulisannya mantul, dah lama gak baca tulisan2 uncle.. 😁🌟
BalasHapusSeperti kata Kang Dwi. "Mantul"
BalasHapusKeren.. Makasih kakak..
BalasHapusKeren mbak
BalasHapusKeren keren keren. Amoeba pun bisa dituangkan menjadi ide tulisan keren keren kak. Ditunggu postingan selanjutnya ya. hihi
BalasHapus