Sumber: rebloggy.com |
Dua belas
lantai, melawan gravitasi dengan tubuhnya yang ringkih itu, bukan perkara
mudah. Debam pertama saat menyentuh kanopi lalu diususul debam kedua yang
diiringi retukan suara kaca. Aku yakin sekali, setidaknya empat tulang rusuk
patah atau ada kulit perut yang koyak.
Di atas
genangan darahnya sendiri tubuh itu sempat kejang beberapa kali sebelum
akhirnya benar-benar diam.
Suasana
waktu itu masih terlalu pagi, terlalu hening. Tak ada satu orang pun yang hadir
di sana waktu itu. Beberapa jam kemudian, menjelang fajar, barulah orang-orang
heboh.
Mayat
seorang gadis muda dengan rambut kecoklatan terbaring di trotoar. Tak ada yang
menangisi kematiannya, tak ada doa yang menangisi kepergiannya. Hanya beberapa
orang polisi yang sibuk mensterilkan tempat kejadian dan makian pemilik mobil
yang atapnya hancur ditimpa tubuh wanita muda tersebut.
“Bahkan
saat kematianmu pun masih menyusahkan orang lain, dasar gadis sundal.” Makinya.
Perih
sekali aku mendengarkan kata-katanya. Seandainya semua orang yang tinggal di
wilayah sekitar ini tahu siapa dia yang sebenarnya, pasti mereka akan menarik
kembali semua kata-katanya atau setidaknya sedikit menaruh hormat pada mayat
gadis malang ini.
Aku tahu
semua―well, mungkin tidak semua―tentang gadis ini, tapi setidaknya aku
sedikit lebih tahu dari mereka. Beberapa kali ada surat untuknya yang datang
dari jauh, dari suatu tempat yang sulit sekali untuk kueja namanya. Gadis ini
bukan orang sembarangan, seorang puteri, tepatnya seorang puteri yang terlalu
modern, terlalu keras kepala, terlalu memegang prisip dan terbuai mati-matian
pada ide feminisme.
Dari surat
terkahir yang aku tahu, ayahnya memaksanya segera pulang karena perkawinannya
dengan seorang pangeran sudah direncanakan. Mungkin karena keengganan dan
paksaan ayahnya yang terlalu kuat yang membuat gadis ini nekat menghempaskan
tubuhnya dari lantai setinggi itu.
Entahlah,
hanya sebatas itu yang aku tahu.
Hari
semakin siang. Mulai banyak orang yang berlalu lalang di jalan ini seolah-olah
tidak pernah terjadi apa-apa tadi pagi. Biarkanlah, mungkin itu cara terbaik
yang dimiliki manusia untuk mengurangi beban hidup mereka; dengan cara
melupakannya.
Seorang
lelaki gagah berkacamata dengan kumisnya yang panjang dan memakai mantel hitam
datang, memarkirkan sepedanya dan berjalan ke arahku. Aku selalu menyukai
lelaki ini, sudah bertahun-tahun aku mengenalnya. Dia menghampiriku dan
menyapaku dengan sapaannya yang khas dan sedikit berlogat Irlandia.
“Hello,”
katanya denagn bibir yang sedikit diruncingkan lalu memasukkan beberapa surat
ke dalam tubuhku.
kotak posnya kok bisa tahu si gadis di suruh pulang, Hu? apa si gadis bacanya di samping kotak pos?��
BalasHapusSegala yang sudah masuk ke dalam kotak pos adalah hak milik kotak pos. Jadi dia boleh membacanya atau tidak, ahahahahha...
Hapuskereeen nih langsung diberi contoh
BalasHapusIseng, Aa
Hapuswawaw... menRik nih kelas fiksinya.. sapa dulu suhunya...
BalasHapusDari awal syga bisa nebak siapa aku.
BalasHapusMakin keren aja, uncle mah
Ntapssss ntapsss uncle
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKotak pos ya rupanya...woahhh...keren uncle....mantab jiwa!!!
BalasHapus