Langsung ke konten utama

DIA?

sumber: hetanews.com

Ada yang selalu menarik dengan orang ini, dia seolah-olah selalu bisa merasakan kegelisahan, membaui kekhawatiran. Dia menjawab semua pertanyaan-pertanyaan kami, secara tidak langsung membimbing sekaligus mengarahkan. Pada titik akhir dari semua persimpangan membingungkan yang kami lalui, dia menyembuhkan kami dengan cara yang tak pernah kami bayangkan sebelumnya, lalu menghilang, menguap begitu saja tanpa meninggalkan satu jejak apa pun kecuali kenangan yang jika kami hubung-hubungkan dan analisa akan berujung pada satu akhir yang membingungkan atau lebih tepatnya menakutkan. Dia adalah kami, bagian dari diri kami yang memaksa muncul. Sesuatu dalam diri yang lama kami pendam, kami lupakan dan kam cekik agar mati pelan-pekan justru malah naik ke permukaan dengan cara yang unik, lalu menyembuhkan.

Pada akhirmya kami semua bertanya-tanya: Apakah kami sudah gila secara bersamaan?

Windu
            Selalu ada perasaan tidak nyaman setiap kali aku  bangun tidur. Persaaan mual yang mendesak, tapi mual ini beda, tidak berasal dari lambung. Bukan mual karena salah makan atau masuk angin, bukan juga desakan asam lambung karena perut dijejali bergelas-gelas kopi setiap hari. Mual ini seolah-olah berasal dari faktor eksternal yang masuk ke dalam diriku lalu minta dikeluarkan lagi dengan cara yang sampai sekarang aku sendiri tidak tahu. Jujur saja, keadaan ini benar-benar menyiksaku.

            Lambat laun, aku mulai menatap dunia dengan perasaan jijik. Pada segalanya. Pada gagang pintu dari kuningan, pada daun-daun yang jatuh, pada aliran oksigen yang menyundul-nyundul bulu hidung, bahkan aku merasa jijik pada jari yang mengetikkan tulisan ini.

            Tak terhitung obat anti depresi yang kutenggak setiap malam. Tidak ada efek sama sekali. Menjelang tengah malam biasanya rasa mual ini semakin menjadi. Mengenang kembali semua kegiatan dari bangun tidur sampai mau tidur lagi seperti dihadapkan pada sebuah layar super besar dengan cuplikan adegan slow motion. Adegan yang membuat mual...

bersambung...

Komentar

  1. Apakah aku termasuk di dalamnya?

    Pertanyaan dari pertanyaan,"Apakah kami sudah gila bersamaan?"

    Ah...tunggu aja sambungannya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semua akan teekubat di dalamnya baik langsung atau nggak

      Hapus
  2. Manusia menduniakan dunia, sampai dia lupa bahwa hakekat manusia hanyalah sebuah wayang kehidupan.

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  4. Dalam banget nih bahasanya.
    Keren Uncle...

    BalasHapus
  5. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Perut

Sumber: www.satriawiranah.wordpress.com “Ini apa?”  “Pisang.” “Seperti apa teksturnya?” “Lembut, seperti mentega?” “Lalu seperti apa rasanya?” “Manis, seperti gula.” “Jadi jika saya campurkan mentega dan gula akan tercipta pisang?” “Tidak, Kawan. Tidak sesederhana itu.” Lalu saya lemprakan satu tandan pisang ke wajah teman saya itu, mengambil satu buah, mengupasnya, dan saya makan. Itulah awal perkenalan saya dengan filsafat. Sebuah cabang ilmu yang dianggap menempati kasta paling tinggi, jauh di atas Matematika apalagi Bahasa. Sebuah ilmu yang bagi saya sangat tidak praktis. Bermain-main dengan paradoks. Uniknya, orang-orang yang banyak bergelut dengan filsafat malah dianggap orang yang tercerahkan. Orang yang menguasai hakikat. Filsafat hampir tidak mungkin tersentuh bagi orang-orang kasar seperti saya, bagi petani yang setiap hari hanya mengenal tanah dan cangkul atau bagi nelayan yang setiap hari sibuk dengan jala dan ombak. ...

Dia Datang

 sebuah plot twist dari tragedi Romeo dan Juliet “Ah, kau rupanya,” sapanya saat aku baru saja tiba di depan pintu rumahnya “kau pemuda yang kemarin mati di persimpangan itu kan?” tanyanya. Aku hanya diam. Bagiku, kemarin, hari ini, besok atau seribu tahun lagi tidak ada beda. Dia menepuk kursi di sampingnya, bagai terhipnotis aku mendekat dan duduk di kursi yang tadi dia tepuk. Setelah menyeruput kopi yang tinggal ampas itu, dia menoleh ke arahku. Memandangku tpat di mata. “Ada perlu apa pagi-pagi kau sudah datang ke sini?” tanyanya lagi dengan tetap menatap lurus ke arahku. Selama beberapa saat kami diam. Jujur saja, aku tak tahu siapa lelaki yang pagi ini aku sambangi rumahnya, alasan aku mendatanginya pun aku tak tahu, bahkan aku tidak tahu siapa diriku. Setelah beberapa saat keheningan yang terasa seperti selamanya itu, dia mengangkat punggungnya, bersandar, lalu menarik napas dalam-dalam. “Nona, kalau kau mau tahu tentang siapa diri kau, salahlah kau datang ke rumah...

Bahagia Mati Sebagai Anjing

sumber: global-liputan6.com Di sinilah kami dikumpulkan, dipaksa berdiri walau tulang kami serasa lolos semua setelah habis dipukuli, dicambuk, digiring berpuluh-puluh kilometer jauhnya dengan berjalan kaki, bahkan beberapa dari kami diseret paksa karena sudah tidak sanggup berjalan. Satu menit di sini terasa seperti berhari-hari. Belas kasih adalah barang yang teramat langka. Ini adalah neraka dunia di mana manusia menjadi algojo, jadi izroil untuk manusia lainnya. Tak terhitung, hampir setiap hari kami saksikan ada saudara, kerabat, teman atau sahabat mati. Kebanyakan meregang nyawa di ujung bedil, sebagian lagi tewas dibekap lapar yang menggila, tidak sedikit juga yang mengakhiri hidup dengan bunuh diri, tak sanggup menerima derita   tak berkesudahan ini. Tak bisa dipungkiri, perang merupakan titik terbawah dari perputaran roda nurani manusia. Saling berbunuh-bunuhan seolah perkara biasa, nyawa yang harus terbang seolah menjadi tumbal ideologi yang diagung-agung...